Kamu yang Paling Membekas

Kelas Karya UI
5 min readOct 30, 2020

Farah Aura

Namaku, Kiara Alayya. Kisah ini berawal di sekolah menengah pertama, saatku berada di bangku kelas delapan. Aku si ceria tetapi pemalu, memiliki teman yang tidak seberapa, dan selalu berharap bahagia setiap harinya.

Di 1 April 2019, aku — si pemalu yang tidak tahu apa-apa, seketika didatangi seseorang yang bahkan aku hanya kenal namanya saja tidak lebih dari itu. Dia adalah Ardan Satrya Pratama. Ardan semakin dekat menghampiriku dan seketika ia ada di depanku. Ardan memiliki tubuh yang tinggi, bahkan aku harus mendongak untuk melihat wajahnya, dan memiliki kulit berwarna sawo matang. Matanya indah, hidungnya mancung, dan saat mulutnya terbuka dapat memperlihatkan gigi-giginya yang tersusun rapi.

“Hai! Ra,” sapa Ardan dengan nada ceria.

“Hai…” dengan nada kebingungan.

Bagaimana aku tidak bingung? Tak kusangka seseorang yang tidak begitu kukenal menyapa.

“Kamu lagi ngapain, Ra?” tanyanya.

“Ini aku lagi ngerjain tugas yang belum selesai.”

“Ohh. Raaa, Raaa..” panggilnya

“Apaaa?”

“Aku suka sama kamu, Ra. Kamu mau gak jadi pacar aku?” tanyanya dengan nada serius.

“Hah!?”

Sumpah, demi apapun! Aku kaget Ardan bicara seperti itu.

“Iya, kamu mau gak jadi pacar aku?” jelasnya.

Ada apa dengan Ardan? Mengapa dia berbicara demikian secara tiba-tiba? Dia buatku bingung.

“Kamu ngomongin apa sih, Dan?”

April mop, Ra!” jawabnya.

Sorry ya Ra, kamu aku prank, hehehe,” lanjutnya.

Yaa Allah. Ardan jahat. Padahal, aku sedikit baper tadi. Ternyata hanya April mop.

“Huh! Ardan. Aku kira tadi kamu beneran ngomong kayak gitunya.”

Perkataan Ardan demikian di pergantian jam pembelajaran membuatku kepikiran. Di waktu istirahat, aku dan temanku pergi ke kantin bersama. Temanku ini bernama Keisya. Dia selalu ada di sampingku selama kelas delapan ini.

Cieee!” ledek Keisya.

“Wajah kamu tadi memerah, Ra, pas Ardan nembak kamu, hehehe,” ucap Keisya.

“Apa sih, Kei! Jangan meledekku seperti ini, dong!”

Ya ampun, kenapa rasanya jantungku jadi seperti ini, kenapa jadi deg-degan sekali.

“Aku tahu kamu pasti baper kan Ra?” ujar Keisya.

“Kamu jangan sok tahu, deh!”

Setelah menyelesaikan obralanku dengan Keisya, tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang. Aku kenal suaranya, kan benar dugaanku.

“Raaa!” panggil Ardan.

“Kenapa?”

“Kamu udah makan belum? Kalau belum, makan bareng aku, yuk!” lanjutnya.

Kenapa Ardan sangat perhatian padaku? Seperti ada yang aneh dengan Ardan.

“Belum, aku belum makan. Ini baru mau bareng Keisya.”

“Yaudah kita bareng aja makannya!” ujar Ardan.

Akhirnya, kami makan bersama di kantin langgananku.

Seiring berjalannya waktu, aku jadi lebih mengenal Ardan. Dia menjadi populer di sekolah karena dia anggota OSIS. Tidak ada satupun murid yang tidak mengenalnya. Ardan memiliki banyak teman, mungkin karena Ardan ramah. Sejak April mop, ia jadi lebih dekat denganku. Tidak ada hari tanpa Ardan di dekatku. Aku senang dengan keberadaannya. Saat berada Ardan di dekatku, aku selalu deg-degan. Aku nyaman berada di dekatnya. Apakah perkataan Keisya itu benar? Kalau aku baper sama Ardan?

Seseorang berkata padaku, Ardan dekat dengan semua cewek di sekolah ini. Aku percaya, karena aku pun pernah melihatnya. Benar saja, aku menaruh perasaan pada Ardan. Gara-gara April mop sialan itu, huh!

Ardan semakin dekat denganku. Banyak orang mengira bahwa kami pacaran. Perlakuannya kepadaku berbeda sekali dengan perlakuan ke cewek lain. Sejauh ini, Ardan belum mengetahui perasaanku kepadanya. Aku bersikap dingin untuk menutupinya. Setiap pulang sekolah, Ardan selalu menghubungiku, bertanya “Lagi ngapain?”,“Udah makan belum?”, seperti sepasang kekasih saja.

Aku tak mengerti alasan Ardan bersikap begini. Aku enggan bertanya, takut dibilang geer. Perasaanku berjalan cukup lama, mungkin sekitar sembilan bulan. Aku merasa aneh dengan situasi ini. Tiba-tiba Ardan menjauh tanpa alasan. Dia tidak lagi memperlakukanku seperti biasa, kembali ke masa sebelum April mop itu terjadi. Aku sedih. Aku sedih karena aku berekspektasi terlalu tinggi dengan Ardan, aku menaruh harapan yang sangat besar padanya. Kenapa bisa begini?

Hubungan kami semakin merenggang. Tidak ada lagi kisahku dengan Ardan yang sedekat itu. Ardan si cowok terkenal dan aku Kiara, si cewek pemalu. Suatu waktu, salah satu temanku meledek dengan mencie-ciekan aku dan Ardan, tetapi dia hanya tersenyum dingin. Sejak itu aku bertanya-tanya, apa sih yang membuat sikapnya padaku berubah drastis?

Tidak lama setelah hubunganku dengan Ardan renggang, kudengar kabar bahwa Ardan memiliki pacar. Jujur, aku terkejut. Ada apa ini? Ardan sempat memastikan bahwa aku tidak mengetahui kabar bahwa ia sudah memiliki pacar. Kenapa? Kenapa aku tidak boleh tau? Ardan berkata demikian pada temanku sebab merasa tidak enak jika aku mengetahuinya. Jujur, saat itu aku semakin bingung. Ya sudah, mau gimana lagi? Aku pun bukan siapa-siapa, aku tidak punya hak untuk melarangnya berbuat ini dan itu. Aku meyakinkan diri bahwa selama ini Ardan tidak menaruh perasaan padaku. Itu sudah menjadi watak Ardan yang senang mendekati cewek sana-sini alias playboy.

Tanpa disadari, Ardan telah mengetahui perasaanku yang sesungguhnya. Mungkin Ardan tahu dari salah satu temanku. Salah satu temanku memang tidak bisa rahasia. Jika seseorang bertanya padaku, “Apakah aku masih memiliki perasaan kepada Ardan atau tidak?”, jawabanku, “Masih”

Suka sama pacar orang gak apa-apa, kan? Asalkan tidak tidak pelakor saja, hehehe. Ya sudah, aku menjalani cinta bertepuk sebelah tangan ini.

Aku semakin galau. Ini rasanya suka dengan pacar orang lain. Tidak mungkin aku melakukan hal jahat dengan merusak hubungannya, bukan? Itulah yang kurasakan. Sabar, ya, Ra sabar, semua pasti ada jalannya kok.

Maret 2020. Pandemi ini membuatku school from home. Aku masih menyukai Ardan, sedangkan ia masih dengan pacarnya. Akhir Maret 2020 mengejutkanku. Tiba-tiba, dia menghubungiku lagi. Terakhir kali, Ardan menghubungiku untuk mengucapkan ulang tahun. Dia bilang, ada pertanyaan untukku.

“Mmm, kayaknya aku salah paham deh, Ra,” ucapnya.

“Salah paham kenapa?”

“Yang waktu itu Adit bilang tentang anak sekolah sebelah itu,” ujar Ardan.

“Katanya kamu deket sama anak sekolah sebelah,” jelasnya.

Sebelum itu, aku ingin menceritakan sesuatu. Waktu itu, aku ikut pensi yang diadakan sekolah sebelah. Aku tuh datang ke acara pensi untuk menikmati acara tersebut, biar pun tidak mengenal siapapun. Saat musik favoritku dimulai, aku meloncat-loncat bersama Keisya hingga aku ada di dalam video media sosial band tersebut. Setelah acara pensi, Adit meledekku, hendak memperlihatkan video tersebut pada Ardan. Jelas, aku membantahnya. Aku malu kalau Ardan tahu.

“Oh itu, nggak kok.”

“Beneran nggak?” tanyanya.

“Yah Ra..”, keluhnya.

Jadi, Ardan mengira aku dekat dengan seseorang di sekolah sebelah. Padahal, Adit hanya meledekku dengan video saat aku sedang loncat-loncat.

“Iya, beneran nggak.”

Apa yang dikatakan Ardan selanjutnya…

“Jujur disitu aku lagi keadaan suka sama kamu Ra,” ujarnya.

“Aku kira kamu beneran lagi deket sama anak sekolah sebelah Ra. Ya aku kayak mulai ‘yaudah lah’,” lanjutnya.

Akhirnya, aku menjelaskan yang sesungguhnya.

“Nih ya, aku datang ke sekolah sebelah itu emng untuk nonton acaranya, gak ada sama sekali mau ketemu siapa pun.”

“Yah, Ra, coba aja waktu itu kamu jelasin sedetail ini, Ra. Kan, gak kayak gini akhirnya,” ucapnya.

“Maafin aku ya, Ra,” lanjutnya.

“Aku kira kamu waktu itu gak seserius itu, Dan.”

“Aku kira waktu itu cuma aku sendiri doang, Dan.”

“Serius banget Ra, aku,” akunya.

“Tapi jujur, Ra, cinta aku kali ini gak seekspektasi aku, kalau emang jodoh percaya aja gak kemana, Ra.” lanjutnya.

“Yaudah, kalau gitu ini salah paham dua-duanya. Aku gak tau lagi, Dan.”

Nyesel. Kecewa. Marah. Sedih. Itu yang aku rasakan saat chatan ini berlangsung. Semudah itu, aku mengatakani itu. Hingga saat ini aku masih memikirkannya, bahkan aku masih melihat isi chatan tersebut. Semembekas itu kamu, Dan.

Pada 12 April 2020, pukul 00.00, kamu chat aku lagi, dan berkata, “Kamu masih ada harapan, Ra. Sabar, ya,” singkat tapi sangat membekas. Mungkin, itu percakapan terakhir kami.

Terkadang, tidak harus obrolan penting yang membuatku sulit melupakan. Tidak harus obrolan penting yang membuatku merasa berharga. Tidak harus bicara, ‘aku sayang kamu’ untuk mengungkapkan perasaan.

Hingga saat ini, aku masih menunggu sosok Ardan datang seperti satu tahun yang lalu. Aku akan selalu menunggumu, Ardan. Kapan pun. Kamulah yang paling membekas.

--

--

Kelas Karya UI

Realisasi pengabdian masyarakat Universitas Indonesia yang mewadahi siswa SMP/SMA untuk menulis dan berkarya.