Sweet Pandemic

Kelas Karya UI
11 min readOct 30, 2020

Yasmina Putri Bello

Tanggal 16 Maret seluruh siswa belajar di rumah masing-masing selama seminggu.

Berita tersebut baru saja muncul di layar ponsel Ziva.

“Yeaaay, libuuur!” seru Ziva di atas kasur.

Pengumuman tersebut datang sehari sebelum libur panjang itu datang atau tepatnya, di hari Minggu. Tanpa membuang waktu, Ziva segera membuka grup obrolan Whatsapp bersama beberapa teman di kelasnya yang ternyata sudah ramai.

Meira

Kenapa mendadak banget, sih, ya Allah. Nanti gua gak bisa liat doi guaaa..

Nada

Iyaaa, kesel banget gua gak bisa bucin di kelas sama Arkan.

Riska

Bodo amat, ya! Intinya gue seneeeng banget. Lagian, mau masuk juga takut corona woy.

Ziva

Setuju gue, Ris. Lagian, di sekolah juga gua gak ada doi. Toh, seminggu ini, kan, liburnya? Tenang, Gais, kita bakal ketemu lagi.

Waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa, sudah ha,pir seminggu Ziva berdiam diri di rumah sambil mencoba menikmati kehidupan yang sangat tidak normal. Karena semua orang tidak boleh pergi keluar rumah, ia berusaha untuk tidak merasa bosan karena ibundanya selalu mengajaknya bercocok tanam. Selain itu, ada banyak hal yang bisa ia lakukan bersama keluarganya

Di suatu Minggu pagi, tepatnya tanggal 21 Maret, berita-berita di televisi ramai membicarakan soal Covid-19 yang kasusnya semakin bertambah di Indonesia. Seiring dengan munculnya berita tersebut, ponsel Ziva ikut berbunyi dan ternyata sudah ada beberapa chat masuk ke grup Whatsapp-nya. Nada kembali berceloteh soal libur yang rupanya akan semakin panjang.

Nada

Fix libur makin panjang. Huaaa, bakal kangen kalian, kangen Arkan jugaaa..

Ziva

Iya, nihhh. Udah kerasa kangennya:(. Gua yakin, sih, di rumah bakal tambah nolep. Gua gak punya banyak temen di sini.

Riska

Eh, bukannya ada, ya?

Dua temen lu yang waktu itu ketemu kita pas kita lagi main di rumah lu.

Siapa, tuh, namanya?

Gue lupa.

Ziva

Mima sama Kika?

Iya, dia tetangga gue.

Eh, iya, ya. Gua main aja, ah, sama mereka.

Maret, April, Mei, dan Juni pun berlalu dengan cepat. Tak terasa, bulan Juli sudah datang dan Ziva harus terus seperti ini. Untung saja ada Mima dan Kika yang selalu mengisi hari-harinya. Ziva, Kika, dan Mima selalu menaati aturan penggunaan masker. Walaupun rumah mereka berdekatan. mereka selalu menjaga kebersihan dan lebih memilih bermain di tempat yang tidak jauh dari rumah mereka.

Tiga serangkai itu kini tengah bermalas-malasan di kamar Ziva. Kika mencoba meramaikan suasana dengan mengajak Ziva juga Mima ke warung Bu Surti

“Ke warung, yok, gue laper,” ucap Kika.

“Gasss!” lanjut Mima dan disambung oleh Ziva.

Saat hendak ke warung, terlihat lima laki-laki dan tiga perempuan sedang berkumpul di depan warung sembari bercerita dan tertawa. Mereka adalah tetangga Ziva yang selama ini tidak pernah bertegur sapa dengan Ziva maupun teman-temannya.

Entah sejak kapan Ziva, Mima, dan Kika memilih untuk menjadi anak rumahan dan lebih nyaman bermain bertiga. Untuk menghindari rasa canggun, mereka bertiga mengalihkan pandangan dan langsung mengarah ke warung Bu Surti untuik membeli jajanan.

Sesampainya di kamar Ziva, dirinya menyeletuk, “Eh, yang pakai baju hitam tadi namanya siapa?”

Cieee, Ziva tumben banget nanyain geng mereka. Dulu lu, kan, benci banget sama geng itu,” ledek Mima.

Yeeeh, kan, gue kurang suma sama cewek-ceweknya doang,” elak Ziva.

“Itu Arsen,” kata Kika.

“Ko lu tahu?”

“Gue, kan, mata-mata komplek, hahaha,” jawab Kika asal.

Ziva tak menggubris dan hanya tertawa kecil.

Malam pun tiba dan entah mengapa Ziva semakin penasaran dengan sosok Arsen. Dirinya pun langsung membuka Whatsapp dan mencari nama Kika.

Ziva

Kik, mau nanya.

Kika

Iya, kenapa, Ziv?

Ziva

Lu kenal Arsen?

Kika

Kenal. Dulu, kan, dia panitia di masjid. Gue sempet ikutan acara di masjid gitu sebelum sering main sama lu and Mima, hahahaha.

Ziva

Ohhh gitu. Arsen gimana orangnya?

Kika

Dingin, Ziv. Kalem kalo ke cewek. Tapi kalo ke anak cowok asik, sih. Terus receh banget keliatannya.

Ziva

Oalahhh, pantes aja tadi gue liat Arsen, tuh, diem doang ke cewek-cewek. Giliran ke cowok kayak bawel gitu.

Kika

Iyaaa, dia emang gitu. Kata Nindi, dia juga gak pernah pacaran. Kayak gak mau deket sama cewek. Heran, deh, gue.

Ziva

Serius? Hahahaha, keren, sih. Gak agresif kayak temen-temennya.

Kika

Cieee, suka yaaa? Gue sama Mima selalu dukung kok.

Ziva

Enggak, penasaran doang. Soalnya gue jarang merhatiin Arsen dan baru tahu dia sekarang.

Kika

Yaudah, terserah deh.

Good luck yaaa!

Ziva

Yeee, apaan, sih.

Ketika Jumat datang, ponsel Ziva kembali berdering dan beberapa pesan dari Kika juga Mima menyambut paginya.

Kika

Main, yuk!.

Ziva

Masih pagi. Ntar, ya, siangan.

Mima

Okeee, ayo.

Waktu terus berjalan dan tak terasa langit mulai panas. Karena sebentar lagi akan ada salat Jumat, Mima menghampiri Ziva dan Kika lebih awal karena tidak mau bertemu cowok-cowok itu lagi. Sekarang, mereka tampak sedang berduduk santai di teras rumah Kika. Selang beberapa menit, datanglah dua kakak beradik menggunakan sepeda motor.

Kakak beradik itu adalah Arsen dan Farel. Farel datang untuk menjemput Devan, adik Kika, untuk pergi ke masjid dan melaksanakan salat Jumat bersama. Farel sibuk memanggil Devan sedangkan Arsen yang mengenakan baju hitam — lagi — hanya terdiam di atas motornya. Setelah Devan keluar dari rumah, mereka bertiga berangkat ke masjid bersama.

Ziva hanya terdiam sambil memerhatikan sosok Arsen yang kian lama kian menjauh. Tanpa ia sadari, pujian untuk Arsen meluncur dari mulutnya.

“Arsen gemoy, ya,”

“Apaan, sih? Orang b aja,” komentar Kika.

“Ih, lumayan tahu. Nggak ganteng tapi cool gitu,” sambung Mima.

“Setuju gue, Mim. Nggak sok ganteng gitu, kan? Apa adanya banget, hahaha,” ucap Ziva lagi.

Hari ters berganti. Ziva, Mima, dan Kika memutuskan untuk tidak bermain selama beberapa minggu. Mereka sibuk mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh pihak sekolah masing-masing. Ziva juga tak pernah lagi melihat Arsen yang biasanya lewat di depan rumahnya bersama gerombolan cowok komplek.

Seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya tugas, baik yang baru datang maupun yang sudah diselesaikan, tak terasa, perayaan Iduladha sudah tinggat menghitung hari. Ponsel Ziva kembali berdering dan memunculkan nama Mima di layarnya.

“Ziv, nanti siang main, yuk! Sampe malem kalo boleh, hahahaha.. Kita sekalian malam takbiran,”

“Ayo banget kalo gue mah, hahahahaha,”

“Oke, deh. Assalamualaikum,”

“Waalaikumsalam,”

Siang itu mereka bertiga kembali bertemu dan memilih untuk bermain di luar rumah. Tentu saja mereka tidak melupakan protokol kesehatan dan senantiasa menggunakan masker. Jaga jarak dengan warga yang tengah berkerumun menyaksikan kambing-kambing kurban juga mereka terapkan. Beberapa saat kemudian, kambing-kambing itu datang diangkut oleh mobil dan jumlahnya bertambah banyak. Sosok Arsen dan Genta terlihat sedang sibuk menurunkan kambing-kambing tersebut.

Ziva yang seperti terhipnotis ketika menatap Arsen sampai tidak menyadari kalau di belakangnya ada kambing. Ziva terjatuh karena beradu dengan kambing tersebut. Teman-temannya segera menolong Ziva sambil tertawa. Sialnya, Arsen melihat kejadian memalukan itu. Ia hanya tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ziva kira, Arsen akan menolong dirinya. Memalukan sekali!

Setelah menanti-nanti, akhirnya takbir menggema di seluruh masjid. Ziva sudah siap untuk melaksanakan salat Iduladha dengan ayah, bunda, dan Mas Raka, serta tak lupa Mima juga Kiki beserta orang tua masing-masing. Mereka berpisah dengan para ikhwan di penghujung jalan dan memasuki masjid. Semua sajadah sudah terhampar dan solat Iduladha pun dimulai dengan khusyuk.

Pada pukul 9 pagi orang-orang sibuk memotong kambing dan beberapa sapi. Panitia kurban pun dengan sigap melakukan pekerjaan masing-masing. Ada yang tugasnya mengantarkan daging, ada pula yang bertugas untuk memisahkan bagian-bagian dari daging tersebut. Seperti biasa, Mima, Kika, dan Ziva hanya senang bermalas-malasan di kamar Ziva.

“Panitia kurban siapa saja, sih?” tanya Mima tiba-tiba.

“Anak-anak yang kemarin di warung,” jawab Kika si serba tahu.

“Cewek- ceweknya juga?” sambung Ziva

“Iyaaa,” lanjut Kika.

Kebetulan di rumah Ziva sedang tidak ada siapa-siapa karena orang tua dan kakaknya sedang pergi menyaksikan proses pemotongan hewan kurban. Akhirnya, mereka bertiga memilih untuk memasak makanan dan segera pergi ke dapur. Setelah selesai memasak, mereka duduk santai di teras depan dan mencicipi makanan itu dengan lahap.

Selang beberapa menit setelah makan, Arsen dan Genta datang mengantarkan daging menggunakan motor. Ziva panik karena ia tidak mengerti apa-apa dan teman temannya hanya tertawa kecil sambil diam-diam merekam tingkah konyol Ziva.

Sambil malu-malu ia menerima daging kurban dari tangan Arsen.

“Nih, tanda tangan,” pinta Arsen.

“Di sini?” jawab Ziva gugup

“Iya,” jawab Arsen lembut.

Selesai tanda tangan, Ziva mengucapkan terimakasih yang hanya diiyakan oleh Arsen.

“Gimana, Ziva? Hati aman?” Kika mulai mengeluarkan jurus menggodanya.

Haaa, akhirnya bisa ngobrol sama Arsen. Gue, kan, cuma saling follow doang,” jawab Ziva.

“Ohhh, jadi udah follow-follow-an di Instagram?” sambung Mima yang ikut menggoda.

“Hehehehe, baru dua hari yang lalu, Mim.”

Selama ini, Arsen bukanlah laki-laki yang senang berfoto atau mengunggah kesehariannya di media sosial. Jadi, sejak pertemuan itu, Ziva sangat bersyukur karena bisa melihat Arsen. Wajahnya terus diingat Ziva sampai detik hari ini. Video yang direkam oleh Mima dan Kika juga tidak pernah gagal membuat Ziva tersipu malu.

Beberapa hari sudah lewat setelah perayaan Iduladha dan komplek Ziva terasa sepi lembali. Arsen dan kawan-kawannya juga jarang terlihat. Ziva semakin penasaran dengan sosok Arsen dan ia ingin sekali menyapanya lewat Instagram. Akan tetapi, niat itu selalu diurungkannya karena menurut kabar yang ia dengar, Arsen adalah sosok yang begitu cuek dan dingin terhadap perempuan.

“Ah, apa gue coba dulu, ya?” gumam Ziva bermonolog. Setelah berpikir cukup lama, Ziva akhirnya memutuskan untuk mengonsultasikannya kepada Mima.

Ziva

Mim..

Mau cerita!

Jadi tadi gue liat Instagram Arsen dan gue kaget pas tahu dia di-follow sama Zaki, temen sekelas gue.

Eh, pas gue tanya ke Zaki, ternyata Arsen temen lesnya. Dunia sempit banget gak, sih?

Mima

Wahhh demi apa? Fix lu harus minta bantuan Zaki, Ziv.

Ziva

Ih, percuma.

Mereka cuma sebatas temen les.

Gue salah gak, sih, nge-chat Arsen?

Ceritanya tuh gue sok-sokan nanya kalo Arsen kenal Zaki.

Mima

Engga kok, Ziv.

Gue dukung bangettt!

Lebih baik menyesal karena udah nyoba daripada menyesal karena gak sama sekali

Ziva

Haaa bener banget, sih. Tapi… kalo dia cuek gimana?

Mima

Kalo dia cuek, gue baku hantam, wkwkwk..

Gak, deng, bercanda.

Ya, kalo dia cuek, lu gak usah chat dia lagi dalam beberapa hari ke depan.

Ziva

Okaaay, makasihhh Mimaquuu!

Nanti kalo dia bales, gue kabarin, ya.

Doain, lho!

Mima

Siap, Jipaaa.

Good luck!

Ziva segera membuka Instagram dan mengetik pesan. Ia mengetik, menghapus, dan mengulangnya beberapa kali sampai akhirnya, tekadnya sudah bulat dan tombol kirim ditekannya.

Ziva

Arsen, maaf ganggu.

Mau nanya, lu temennya Zaki?

Ziva segera menutup DM Instagram dan terus berdoa walau Ziva tahu, jawabannya pasti akan menyakitkan. Beberapa detik kemudian pesan itu dibalas!

Arsen

Iya, kenapaaa?

Ziva kenal?

Btw, Zaki temen les gua.

Ziva agak kaget, dan langsung men-screenshoot pesan tersebut dari layar nontifikasi lalu mengirimkannya kepada Mima.

Ziva

Mimaaaa, dia bales.

Mima

Wah gila, sih..

Manggilnya langsung pake nama, ya ampun.

Kirain gue dia cuma bakal bales “ya”, hahaha..

Cepetan bales, Ziiiv.

Ziva

HAHAHAHA, oke dehh.

Ziva kembali membuka Instagram

Ziva

Sorry baru bales.

Iya, gue temen sekelasnya Zaki.

Arsen

Ohhh gitu, berarti di SMA Nusa Bangsa, ya?

Ziva

Iyaaa.

Arsen

Ziva kok jarang main sama anak komplek?

Soalnya gua lebih sering liat Ziva main bertiga doang.

Ziva

Gak apa-apa, sih. Gue cuma kurang deket sama cewe-cewenya, Sen.

Arsen

Ziva gak bisa berbaur? Kalau ada acara komplek mau bareng sama gua gak?

Sontak saja Ziva kaget. Selama ini ia salah menilai Arsen. Dia adalah laki-laki yang baik, ramah, dan sopan. Hanya saja, ia terlalu cuek di kehidupan nyata.

Ziva

Bukan gak bisa berbaur.

Cuma kalau cewe tuh deket nya lama tahu, gak kayak cowo. Kebetulan temen gue pernah ada masalah sama gengnya Nisa dan, ya, jadi kita menjauh, deh.

Dan untuk tawaran bareng, makasih banget sebelumnya, Sen, tapi gue susah banget buat deket lagi sama gengnya Nisa.

Gue seneng dan ngehargain niat lu itu.

Arsen

Ohhh gituu.

Yaudah, gak apa-apa kok.

Kalo butuh atau nanya sesuatu tentang komplek, tanya ke gua aja ya, Ziva.

Ziva

Siap.

Chat pun diakhiri dengan senyum yang terus mengembang di bibir manis Ziva. Sebelum tidur, Ziva terus melihat kembali pesan dari Arsen. Ia juga tak menyangka akan seberani ini. Ia berterima kasih pada dirinya atas usaha dan keberaniannya.

Di pagi harinya, mereka sudah berkumpul di rumah Kika. Kika dan Mima sudah tidak sabar mendengar cerita dari Ziva. Ziva pun bercerita dan menunjukkan semua pesan tadi malam.

“Asli, sih, gue seenggak nyangka itu. Arsen sopan banget,” ucap Kika kaget.

“Iya, ya ampun. Gue kira tadi malem, tuh, ngobrolnya gak akan memanjang. Tuh, kan, Ziv, apa kata gue? Untung aja lu berani nge-chat dia. Coba kalo enggak? Mungkin lu gak akan kenal sama dia,” tambah Mima panjang lebar.

“Iya, thanks, ya, kalian, wahai sumber info dan pendukung gue, HAHAHA.” Dan mereka pun mengangguk dengan senang. Pagi itu dihabiskan dengan banyak cerita. Setelah Ziva menceritakan kejadian semalam, Kika dan Mima ikut menceritakan apa yang terjadi dalam hidup mereka. Setelah sesi curhat yang cukup panjang, Mima dan Ziva berpamitan. Mereka berdua berpisah karena Mima ingin pergi ke warung Bu Surti.

Saat hendak pulang ke rumahnya, Ziva bertemu segerombolan laki-laki komplek. Ada Arsen juga di antara mereka. Jujur, Ziva sangat malu. Apalagi tadi malam sudah seakrab itu dengan Arsen. Mereka berpapasan dari arah yang berbeda. Arsen hanya melihat Ziva sekilas dan kembali menunduk. Ketika teman-temannya itu sedang mengoceh, Arsen mendadak diam seribu bahasa. Ziva pun ikut diam sambil terus memainkan ponselnya.

Ziva sampai di rumah dengan perasaan senang tapi juga malu. Ternyata, kebawelan Arsen hanya ada di media sosial. Arsen di kehidupan nyata hanya akan menjadi Arsen yang pendiam. Menurut Ziva, itu aneh.

Hari terus berjalan. Semakin hari, Ziva semakin ingin mengirim pesan kepada Arsen. Ia ingin sekali mempunyai kontak Whatsapp-nya. Akhirnya, ia benar-benar memberanikan diri untuk membuat topik baru.

Seperti biasa topik berjalan dengan lancar, pesan semakin panjang, tidak ada yang di lebih-lebihkan. Hanya saja, kata-kata Arsen selalu membuat Ziva guling-guling sendiri di kasur, Ternyata, sesederhana itu jatuh cinta dengan tetangga. Di tengah percakapan akrab mereka di DM, Arsen tiba- tiba meminta nomor telepon Ziva. Ziva senang bukan main karena rencananya berhasil. Sekarang, hampir setiap hari Ziva mengobrol santai dengan Arsen walaupun topiknya harus selalu diawali oleh Ziva.

Dari semua pesan yang Arsen kirim, ada satu pesan yang membuat dirinya susah tidur.

Arsen

Ziva, udahan dulu, yak, main game-nya.

Makasih untuk hari ini. Gue gak pernah deket sama cewek, ngedeketin cewek, atau bahkan dideketin cewek.

Alasan gue gak pernah ngedeketin cewek karena gue gak mau nyakitin hati dia atau cuma sekadar datang untuk pergi.

Selain itu, gue males kalo waktu main gue diatur sama pacar. Dan ternyata, setelah gue berteman baik sama lo, gue jadi paham kalau perempuan gak seribet apa yang gue bayangkan yaaa..

Gue seneng bisa kenal sama lo.

Sambil tersenyum sendiri, Ziva pun membalas dengan hal serupa. Ia senang bisa mengenal Arsen. Dari semua teman cowok yang Ziva kenal, Arsen bukan manusia yang menyebalkan atau cowok caper yang hanya akan membuat dirinya ilfeel.

Ternyata secanggung itu, ya, jatuh cinta sama tetangga sendiri. Kita akan bertemu dengan sosoknya setiap hari, ada suka dan duka, dan dia bakal tahu semua kegiatan yang aku lakukan. Apalagi kalau bangun tidur terus disuruh bunda ke warung, HAHAHA, jadi malu. Yang lebih parah, kalau sampai orang tuanya tau, mungkin aku bakal malu banget! Tapi, gak apa-apa, deh, dijalani dan disyukuri aja karena kita gak akan pernah tahu akan jatuh cinta sama siapa dan bakal berakhir dengan siapa.

Aku sebersyukur itu bisa kenal dengan sosoknya. Typing-nya lucu dan sopan banget sama perempuan. Dari awal pertemuan, aku senang dia bisa menghargai perkenalan singkat kami. Intinya, dia unik.

Aku gak pernah menuntut dan memaksanya untuk jadi pacarku. Aku sudah cukup nyaman dengan pertemanan ini. Aku akan selalu ada kapan pun dia butuh dan begitu pula sebaliknya.

Ziva tertawa sambil mematikan ponselnya. Seperti biasa, ia menyudahi sesi curhat bersama notes ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Karena gabut selama libur pandemi dan tidak tahu ingin menghabiskan waktu dengan cara apa lagi, akhirnya Ziva memutuskan untuk menyukai tetangganya. Rupanya, perasaan suka yang diawali oleh keisengan itu malah berlanjut terus untuk waktu yang cukup lama. Ya, seperti itulah hal-hal unik yang bisa terjadi terlebih di kala pandemi.

--

--

Kelas Karya UI

Realisasi pengabdian masyarakat Universitas Indonesia yang mewadahi siswa SMP/SMA untuk menulis dan berkarya.